Dalam kehidupan sehari-hari kita sering ngomongin masalah mutu. Sering diantara kita beranggapan bahwa sebagian besar mutu produk buatan luar negeri lebih baik daripada mutu produk dalam negeri. Atau secara tidak sadar kita sering berkomentar bahwa "wah payah barang/pakaian/makanan atau apa saja produk hasil manusia kita katakan tidak bermutu". Pertanyaan mendasarnya adalah "apa sesungguhnya mutu itu" ? Pertanyaan ini sangat banyak jawabannya, karena maknanya akan berlainan bagi setiap orang dan tergantung pada konteksnya. Mutu sendiri memiliki banyak kriteria yang berubah secara terus menerus.
Untuk menjawab itu, kadang dengan serta-merta kita dapat mengatakan sesuatu barang akan bermutu apabila: rasa makanan yang enak atau sesuai dengan selera, higienis, ukuran porsi makan yang sesuai, pilihan jenis-jenis (menu) masakan, kecepatan pelayanan, keramahan pelayan, kenyamanan dan keamanan lingkungan, harga yang sesuai. Contoh-contoh diatas merupakan salah satu aspek dari mutu, yaitu berupa hasil. Pertanyaan mengenai apakah produk atau jasa tersebut memenuhi atau bahkan melebihi harapan konsumen/pelanggan merupakan aspek yang penting dalam mutu.
Selain itu dikenal pula istilah Fitness for use, yang memiliki dua aspek utama, yaitu;
- Ciri-ciri produk yang memenuhi permintaan pelanggan. Mutu yang lebih tinggi memungkinkan perusahaan meningkatkan kepuasan pelanggan, membuat produk laku terjual, dapat bersaing dengan pesaing, meningkatkan pangsa pasar dan volume penjualan, serta dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi.
- Bebas dari kekurangan. Mutu yang tinggi menyebabkan perusahaan dapat mengurangi tingkat kesalahan, mengurangi pengerjaan kembali dan pemborosan, mengurangi biaya garansi, mengurangi ketidakpuasan pelanggan, mengurangi inspeksi dan pengujian, memperpendek waktu pengiriman produk ke pasar, meningkatkan hasil dan kapasitas, dan memperbaiki kinerja penyampaian produk atau jasa.
Penerapan kosep mutu di bidang pangan dalam arti luas menggunakan penafsiran yang beragam, diantaranya bahwa mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik (warna, tekstur, rasa dan bau). Dari aspek konsumen digunakan konsumen untuk memilih produk secara total, bahwa mutu dianggap sebagai derajat penerimaan konsumen terhadap produk yang dikonsumsi berulang (seragam atau konsisten dalam standar dan spesifikasi), terutama sifat organoleptiknya. Mutu juga dapat dinilai sebagai kepuasan (kebutuhan dan harga) yang didapatkan konsumen dari integritas produk yang dihasilkan produsen. Sedangkan definisi mutu berdasarkan ISO/DIS 8402–1992, sebagai karakteristik menyeluruh dari suatu wujud apakah itu produk, kegiatan, proses, organisasi atau manusia, yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan.
Produk-produk bahan pangan dapat dikarakreristik berdasarkan mutunya, dibagi menjadi dua kelompok yaitu : (1) karakteristik fisik/tampak, meliputi penampilan yaitu warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik; kinestika yaitu tekstur, kekentalan dan konsistensi; flavor yaitu sensasi dari kombinasi bau dan cicip, dan (2) karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis. Berdasarkan karakteristik tersebut, profil produk pangan umumnya ditentukan oleh ciri organoleptik kritis, misalnya kerenyahan pada keripik. Namun, ciri organoleptik lainnya seperti bau, aroma, rasa dan warna juga ikut menentukan. Pada produk pangan, pemenuhan spesifikasi dan fungsi produk yang bersangkutan dilakukan menurut standar estetika (warna, rasa, bau, dan kejernihan), kimiawi (mineral, logam–logam berat dan bahan kimia yang ada dalam bahan pangan), dan mikrobiologi (tidak mengandung bakteri Eschericia coli dan patogen).
sumber : http://ardiansyah.multiply.com/journal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar