Saat pulang mudik dari Bogor, seperti biasa saya selalu menyempatkan membeli oleh-oleh/buah tangan atau di Jepang dikenal dengan nama omiyage. Oleh-oleh yang saya bawa biasanya adalah makanan-makanan tradisional khas Bogor dan sekitarnya. Teman-teman di lab biasanya senang sekali dibawakan oleh-oleh tersebut. Berbagai komentar selalu mereka layangkan seputar nama makanan dan bahan-bahannya, rasa, penampilan, harga, siapa yang memproduksi, dll.
Hal yang sering mereka keluhkan adalah soal penampilan. Menurut mereka, soal rasa sebetulnya tidak masalah dan bersifat relatif, artinya bisa enak atau tidak enak, walau secara umum mereka menilai makanan yang saya bawa selalu enak. Kemasan produk olahan kita masih kalah jauh jika dibandingkan dengan kemasan-kemasan produk olahan yang ada di Jepang. Kalah dari aspek penampilan (kombinasi warna yang dipilih), jenis bahan kemasan, dan label. Tampilan kemasan produk makanan di Jepang merupakan daya tarik tersendiri sehingga meningkatkan rasa ingin tahu dan mencicipi makanannya.
Baru kali ini (pulang mudik terakhir) saya mendapatkan tanggapan berbeda dari teman-teman. Omiyage yang saya bawa sekarang lebih baik kemasannya. Makanan yang saya bawa adalah keripik singkong produksi salah satu industri rumah tangga (IRT) di Bogor (lihat gambar). Dari segi rasa OK kata mereka dan penampilan-pun juga OK.
Ada sedikit kebanggaan juga akhirnya, setelah beberapa kali membawa oleh-oleh yang “ala kadarnya” dari aspek kemasan. Walaupun secara umum kendala yg dimiliki oleh IRT adalah dalam hal kemasan. Setidaknya keripik yang diproduksi oleh IRT ini, sedikit banyak memberikan bukti jika memang dengan memperbaki kualitas kemasan dapat meningkatkan pangsa pasar, mengapa aspek kemasan tidak mendapat perhatian serius semua pihak. Dalam salah satu diskusi dengan teman-teman Indonesia yg ada di PPIS terungkap adanya keluhan-keluhan yang sama dengan rekan-rekan di lab saya tentang mutu kemasan produk-produk olahan makanan tradisional kita.
Kombinasi warna (hijau, kuning, dan merah) paling tidak dapat memberikan kesan yang menarik pada keripik ini. Label kemasan juga telah tersedia, meliputi informasi gizi, bahan pembuat keripik, tanggal kadaluarsa, berat bersih, barcode, dan informasi kehalalan (yang ditunjukkan dengan label halal).
Tentang kehalalan menarik untuk dicermati, karena hal ini juga yang menjadi pertanyaan rekan-rekan saya di lab. Sedikit saya jelaskan apa itu label halal dan sitem sertifikasi di Indonesia akhirnya rekan-rekan saya dapat memaklumi adanya label halal yang ada di kemasan tersebut. Walau saya sendiri juga sempat berpikir “wah hebat juga nich IRT” pikir saya. Sepertinya manajemen IRT ini sudah menyadari aspek kehalalan dengan mencantumkan label halal (lihat gambar) yang menjadi prioritas utama pada produk-produk dengan konsumen sebagian besar adalah muslim.
Sedikit yang membuat agak menggelitik saya dan juga beberapa rekan di lab. Pencantuman tulisan “no cholesterol” (lihat gambar), padahal sebetulnya memang tidak ada kolesterol pada produk ini. Bahan baku utamanya juga adalah nabati (singkong), bahan-bahan tambahan juga semuanya berbahan baku nabati. Minyak yang digunakan untuk menggoreng juga berasal dari minyak nabati, jadi mengapa tulisan “no cholesterol” ada pada kemasan tersebut. Seharusnya produsen mengetahui, bahwa kolesterol adalah berasal dari hewani bukan dari nabati, sehingga tidak ada alasan klaim produk mereka “no cholesterol”, karena memang kenyataannya memang demikian.
Hal ini perlu kita dicermati, karena semestinya tetap mengacu kepada prinsip "benar dan tidak menyesatkan". Benar saja tidak cukup, tapi harus juga tidak menyesatkan. Pihak pemasaran sudah semestinya tidak sekedar "menjual sesuatu yang tidak/sulit dijual", tetapi harus mulai bergeser ke science-based marketing. Memberikan pelajaran atau penerangan kepada masyarakat lewat label kemasan/iklan/reklame yang ditampilkan merupakan suatu keharusan yang perlu ditekankan pada produsen.
Akhirnya industri pangan perlu menyadari dan mengambil peran penting dalam membentuk atau membina pola dan kebiasaan konsumsi yang baik bagi masyarakat. Peran strategis industri pangan ini dimulai dari jenis dan kualitas produk yang ditawarkan sampai kepada cara penawaran atau promosinya. Perlu ditekankan bahwa melalui kegiatan promosi yang didukung oleh dana yang besar, industri pangan mempunyai kekuatan yang besar pula untuk mempengaruhi (secara positif atau negatif) status gizi dan kesehatan masyarakat umum.
Sumber: http://ardiansyah.multiply.com/journal/item/24
Tidak ada komentar:
Posting Komentar